Lompat ke konten

Langit dan Bumi – Cerita Pendek

‘Bumi, apakah engkau pernah bertemu dengan langit?’ Tidak ada jawaban.

‘Langit, apakah engkau mengenal bumi?’ Langit bisu tidak menjawab pertanyaanku.

Harus bertanya kepada siapa aku? Mengapa mereka sesekali berekspresi namun tidak pernah menjawab pertanyaanku?


‘Laut, mengapa Bumi dan Langit diam saat aku bertanya?’

‘Apa yang kamu tanyakan kepada mereka?’

Aku pun menjelaskan kalau intuisiku mengatakan Bumi dan Langit adalah keluarga. Saling melengkapi dan saling menambahkan. Seperti ‘atas’ yang tidak akan ada tanpa ‘bawah’. Aku ingin tahu apakah mereka pernah melihat satu sama lain dan di manakah mereka bertemu. Laut tertawa mendengarku dan mengatakan betapa menariknya intuisiku.

Ia bercerita bahwa ia memiliki danau dan sungai berkat mereka. Sungai memiliki anak-anak yang menjadi cucu Laut juga karena Bumi dan Langit. Ia kemudian menjelaskan dirinya dan gunung es adalah saudara kembar. Langit dan Bumi adalah ayah dan ibu mereka.

Aku masih penasaran apakah mereka memiliki tempat untuk bertemu. ‘Kamu pernah melihatnya. Atau bahkan sering melihatnya’ Jawab Laut. Hanya aku yang belum menyadarinya, pikirku. Di mana? Mereka selalu berdiri di kedua ujung. Bumi di bawahku dan langit ada di atas. Palung laut? Bukan. Puncak gunung? Masih belum menyentuh satu sama lain. Pantai? Itu tempat bumi dan laut berbincang. Rasi bintang? Aku tidak yakin Bumi bisa membaca rasi bintang. Awan-awan? Aku rasa itu adalah pesan searah dari Langit untuk Laut.

Aku terduduk di tepi tebing curam yang langsung berhadapan dengan Laut dan merenung. ‘Apakah kamu tidak akan menjawab pertanyaanku juga?’ Tanyaku memastikan kepada Laut. ‘Kamu tidak akan percaya jawabanku.’ balasnya. Sesuatu yang tidak bisa kupercaya dan pernah kulihat. Tempat seperti apakah itu? Mataku meneropong jauh dan tidak kudapati apa-apa selain laut dan langit. Mengapa mereka tidak bercampur? Karena ada batas cakrawala, aku menjawab pertanyaanku sendiri.

‘Sudah kubilang kalau kamu tidak akan percaya.’ Laut menyadari perubahan wajahku. Bola mataku yang semakin terlihat karena mendapat jawabannya. ‘Tempat itu nyata bagi kami namun tidak bisa dikunjungi oleh kalian, wahai manusia. Tempat itu ada dan tidak ada. Itu tempat khusus bagi kami untuk kumpul keluarga.’

‘Apakah kamu lebih tua dibanding gunung es?’ Laut bisu tidak mau menjawab. Apakah aku terlalu banyak bertanya, pikirku.


Foto oleh Sam ? melalui Unsplash