Telunjuk-telunjuk itu mengarah satu sama lain. Menjelaskan apa keteledoran yang telah dilakukan oleh yang ditunjuk. Menceritakannya dengan semangat. Menyebutkannya satu demi satu kesalahan seperti daftar belanja. Lengkap dan spesifik.
Saat manusia tidak bisa dijadikan alasan, lingkungan dijadikan pelarian. Suara yang menganggu, cuaca yang mendung, rintik hujan yang datang di saat yang tidak diharapkan dan seribu satu kondisi lainnya.
Oh, ada beberapa juga yang menyerah dan mengakuinya, mengkritisi diri secara berlebihan. Napas yang tidak teratur seakan dianggap dapat merusak tatanan hidup.
Kesalan sepele dikaitkan dengan nenek moyang. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan dinyatakan akibat dari genetika yang tidak sempurna. Entah bagaimana kita menjadi insan yang sedemikian maju. Ketika melakukan hal yang benar menjadi normal dan sedikit kurang teliti menjadi dosa seakan baru saja membunuh Tuhan.
Bertanggung jawab tidak sama dengan menyalahkan diri sendiri. Tanggung jawab itu ketika kita sadar bahwa kita punya pilihan untuk bangkit berdiri setelah terantuk batu. Kita boleh menyalahkan batu yang mencuat dan tidak rata, kaki yang tidak waspada dengan sekitarnya atau bahkan gravitasi bumi yang menarik kita menuju pusatnya. Bagaimanapun, yang terbaring adalah kita dan kita yang butuh untuk bangkit.
Mengemban tanggung jawab adalah ketika kita sadar dan bangkit berdiri. Baik itu berdiri dengan mandiri ataupun meraih bantuan tangan yang telah diulur. Sadar bahwa berbaring sejenak adalah pilihan juga merupakan sebuah keberanian mengemban tanggung jawab. Ada awan putih dan lembaran biru yang terhampar di langit yang menggantung di atas sana sesekali meminta untuk dinikmati.
Ketika bukan kita yang bertanggung jawab, orang lain akan membantu menjawabnya untuk kita. Meskipun pada akhirnya kita juga yang menanggungnya. Bertanggung jawab itu dimulai dari hal sederhana. Hal kecil. Diri sendiri. Melatih otot agar menjadi lebih kuat dan menanggung beban lebih banyak.
Tujuan akhirnya bukan menjadi superman yang bisa melakukan semua hal sendirian. Bagiku, menjadi jari yang bisa diandalkan dan bisa bekerja sama dengan jari lain untuk bisa melaksanakan tugasnya sudah lebih dari cukup.
Telunjuk memang sering digunakan untuk menunjuk. Itu mengapa namanya telunjuk. Beruntung bahwa tidak hanya kesalahan yang ditunjuk, masih ada yang menunjuk mereka yang bisa dipercaya. Mereka yang baik dan mereka yang benar. Memuji hal-hal benar yang telah dilakukan. Mengenali sifat-sifat baik satu sama lain. Kalau tidak, mungkin telunjuk sudah lama gantung diri.
Foto oleh Jenny Kennedy-Olsen melalui FreeImages