Mengandung spoiler alur cerita game Samudra.
Juni 2023 lalu, aku bermain game digital berjudul Samudra. Aku tahu permainannya karena direkomendasikan salah seorang teman yang juga tertarik dengan dunia game design. Sejak melihat trailernya, aku sudah tertarik (lebih tepatnya bias) dengan game satu ini. Narasinya berkaitan dengan isu lingkungan. Protagonis kita, anak kecil yang berada di dasar laut penasaran seperti apa rasanya melihat matahari terbenam. Sepanjang permainan, banyak bagian dari dunia permainannya dipenuhi sampah dan mempengaruhi secara langsung alur ceritanya.
Visualnya sangat memanjakan mata (screenshot di bawah). Selain gambar latarnya, aku juga menyukai detil-detilnya seperti gelembung udara yang keluar sesekali dari helm selam anaknya, warna lingkungan di salah satu level yang berubah monokrom ketika tidak mendapat cahaya, dan hewan kecil berwarna merah yang seperti jeli. Oh, hewan kecil itu bisa kita gendong juga.

















Tantangannya menurutku menarik dan seru. Puzzlenya bervariasi dari segi pola solusi dan kemampuan logika yang dibutuhkan. Semua karakter antagonisnya tidak ada yang bisa kita lawan, kita hanya bisa bersembunyi atau melarikan diri. Satu yang kuingat sampai hari ini adalah hewan fiktif yang ada hewan lebih kecil di dalamnya, seperti mainan Matryoshka. Ketika kupikir kita sudah berhasil melarikan diri, hewan yang lebih kecil keluar dari dalam mulut hewan yang sebelumnya mengejar kita. Sungguh lega ketika akhirnya benar-benar bebas dari kejaran.
Sedikit kegatalanku ketika menemui beberapa jebakan yang terasa kurang adil. Aku menyebutnya jebakan karena sepertinya ada bagian yang memang harus kalah dahulu dan belajar dari kekalahannya. Atau mungkin saja aku yang tidak melihat indikator di dalam permainannya. Selain itu, aku juga mengalami kesulitan ketika aktivitasnya membutuhkan bashing button (aktivitas menekan tombol yang sama berulang-ulang). Pengalamanku untuk yang satu mungkin termasuk yang jarang karena memang selama bermain game dengan teman-teman, bashing button merupakan kelemahanku.
Selama bermain, aku tenggelam dalam narasinya. Menemui ikan berlentera lagi dan bahkan menaikinya, kehilangan lentera, melihat isi perut paus. Semua itu berhasil membuatku berpikir, bertanya, dan merasa. Di akhir cerita, hewan-hewan yang kita selamatkan sepanjang cerita kembali membantu kita untuk mencapai permukaan. Ini kuartikan sebagai metafora dari ekosistem di mana kita, hewan-hewan, dan alam saling terkait. Ini mungkin analisis yang berlebihan.
Analisis berlebihanku juga muncul ketika menemui salah satu karakter manusia berdasi dan berjas yang berbeda dari karakter serupa lainnya. Karakter satu ini serupa dengan kelompok antagonisnya namun dia terlihat seperti mempertanyakan apa yang dia lakukan. Aku tidak yakin apakah dia melambangkan orang-orang yang selama ini tidak sadar kemudian menjadi sadar atau orang-orang yang selama ini melanggengkan sistem yang ada kemudian mempertanyakan sistem yang dia jalankan. Entahlah.
Di awal tadi aku bilang aku bias dengan game ini. Setelah bermain, bias itu tidak hilang. Dengan bermain game ini, aku memiliki imajinasi yang lebih konkrit untuk apa aku mengurangi produksi sampah dan juga mengelolanya dengan baik agar tidak mencapai laut. Ada ikan berlentera, kura-kura bijaksana, gurita pandai bermain musik, dan bintang laut yang layak memiliki lautan yang bersih.
Aku paham mengapa temanku merekomendasikan Samudra dan aku juga mungkin akan sering merekomendasikannya ke depannya.