Tahukah kalian legenda Gunung Tangkuban Perahu dan dongeng Sangkuriang? Cerita mengenai asal usul sebuah gunung bernama Tangkuban Perahu yang terletak di Jawa Barat. Susah payah membangunnya dalam semalam seperti mahasiswa mendekati waktu pengumpulan, ia marah karena akhirnya diperdaya juga oleh Dayang Sumbi dan kemudian menendang perahunya itu hingga terbalik. Kalian bisa membacanya di tautan berikut untuk membaca cerita lengkapnya.
Ternyata tidak semua hal yang diceritakan itu merupakan fiksi. Bukan. Bukan perahunya, melainkan danau yang dibangun oleh Sangkuriang. Bandung yang kini merupakan metropolitan dahulu diperkirakan adalah danau yang mengering. Legenda itu mungkin tercipta untuk merekam jejak fenomena tersebut.
Pada artikel ini, penulis ingin membahas sisi lain dari legenda Sangkuriang. Sisi yang rasanya tidak pernah dibahas sama sekali sebelumnya. Sangkuriang yang sakti yang bisa membangun perahu dan danau dalam semalam, rupanya juga kuat untuk menendang perahu yang telah dibuatnya hingga terbalik. Namun seberapa kuat Sangkuriang?
Untuk mengukurnya, penulis akan menggunakan fisika untuk memperkirakan kekuatan Sangkuriang. Penulis percaya bahwa tendangannya itu tidak melanggar hukum kekekalan energi karena sesakti-saktinya manusia, ada hukum alam yang tidak bisa dilanggar. Ini juga dilakukan agar memungkinkan analisis.
Catatan: artikel ini ditulis dengan tujuan menghibur dan bukan membuktikan sebuah fakta maka asumsi dan penyederhanaan akan sangat banyak digunakan untuk mempermudah pemahaman tendangan maut Sangkuriang.
Sangkuriang tidak dibantu siapapun menendang perahunya dan tidak ada energi yang terbuang dalam prosesnya.
Hukum kekekalan energi menyebutkan bahwa energi tidak bisa diciptakan ataupun musnah, melainkan hanya berubah bentuk. Asumsi pertama, perahu yang terbalik itu disebabkan oleh tendangan Sangkuriang semata. Tidak ada jin yang ikut membantu menendangnya.
Energi dari tendangan diserap sempurna oleh perahu dan membalikannya. Diasumsikan tidak ada gaya gesek, rotasi, perubahan suhu dan juga perubahan bentuk perahu (baca: kayu patah) dalam prosesnya.
Dengan demikian, kita bisa hitung perubahan energi mekaniknya. Energi mekanik utamanya dipengaruhi oleh energi kinetik dan energi potensial. Energi kinetik dipengaruhi oleh kecepatan sementara energi potensial ialah energi yang dipengaruhi oleh ketinggian. Untuk memutar balikkan perahu, setidaknya perahu harus berdiri dalam posisi vertikal dan kemudian baru terbalik. Saat berada di posisi vertikal, perahu mencapai energi potensial maksimumnya dan kemudian kembali bergerak menuju tanah. Lihat thumbnail untuk ilustrasinya. Gunakan imajinasi untuk memperindah ilustrasi.
Estimasi energi menggunakan energi potensial perahu saat berdiri.
Pada tahap ini, perhitungan energi sudah cukup sederhana untuk dilakukan. Energi potensial dipengaruhi oleh ketinggian dan juga berat benda (massa benda dikali gravitasi bumi).
$$Ep=m \times g \times h $$Untuk gaya gravitasi, kita akan menggunakan konstanta gravitasi sebesar 9,8 m/s2. Untuk massa perahu, diperlukan estimasi ukuran perahu yang dibangun dan massa jenis bahan yang menjadi penyusun perahu. Tidak ada dokumen resmi ataupun petunjuk sedikitpun mengenai hal-hal tersebut sehingga imajinasi harus digunakan.
Pengukuran dimensi perahu dilakukan berdasarkan Gunung Tangkuban Perahu.
Perahu diasumsikan merupakan bagian dari Gunung Tangkuban Perahu sekarang dan dapat dilihat pengukurannya dalam Gambar 1 dan 2. Pengukuran dilakukan melalui google earth.
Panjang lambung kapal kurang lebih sepanjang 3,13 kilometer dengan 4,15 kilometer untuk panjang dinding kapal. Bentuk kapal diasumsikan bola yang terpotong atau spherical cap. Skema dapat dilihat pada gambar 3 dan perhitungan lebih detil dapat dilihat pada catatan kaki. Luas bola terpotong didapat sebesar 7.05 kilometer persegi. Ketebalan kayu yang digunakan dalam perhitungan sebesar 10 cm. Angkanya adalah asumsi, penulis tidak berhasil mewawancarai Sangkuriang, Dayang Sumbi ataupun pengamat dari era tersebut. Penulis juga tidak pernah membuat perahu dari kayu. Hanya perahu kertas.
Perahu berbahan Mahogani.
Perahu yang dibangun diasumsikan berbahan kayu. Toona sureni dipilih karena tanaman asli di Indonesia dan mahogani dikenal sebagai salah satu bahan terbaik dalam pembuatan kapal[1]. Massa jenisnya bervariasi dengan rentang dari 500 hingga 850 kg/m3 dan diputuskan untuk menggunakan angka konservatif 500 kg/m3[2].
Karena kita sudah menemukan semua angka yang dibutuhkan dalam rumus, kita tinggal memasukkan semuanya ke dalam rumus yang ada. Untuk selisih ketinggian, titik pengukuran berada di pusat massanya. Pusat massa perahu saat berdiri vertikal tepat dengan jari-jari lingkaran kecil (r’ = 1.57 km) yang telah ditemukan sebelumnya. Ilustrasi bisa dilihat pada thubmnail.
Perhitungan akhir
Sebelum memasukkan seluruh angka yang didapat, satuan setiap nilai disetarakan untuk menghasilkan perhitungan dalam satuan Joule (kilogram . meter2/detik2).
$$Luas\, dinding\, kapal = 7.05 km^{2} = 7.05 \times10^{6} meter$$\ $$Tebal\, kayu = 10 cm = 0.1 meter$$\ $$Massa\, jenis\, kayu = 500 \frac{kg}{m^{3}}$$\ $$Gravitasi\, bumi = 9.8 \frac{m}{s^{2}}$$\ $$Puncak\, pusat\, massa\, perahu = 1.57 km = 1570 meter$$\ $$Ep=7.05 \times10^{6} \times 0.1\times 500 \times 9.8\times1570=5.42\times10^{12}Joule$$\Energi yang dikeluarkan oleh Sangkuriang untuk membalikkan perahunya sebesar 5,42 dikali 10 pangkat DUA BELAS Joule atau 5420000 MJ. Untuk ilustrasi, rumah dengan daya 3500 kVA (umumnya sudah termasuk rumah elit) menghabiskan 12600 MJ per jamnya. Rumah itu akan tetap menyala selama kurang lebih 18 hari dengan sekali tendangan Sangkuriang. Ditendang dengan energi yang serupa, manusia dengan berat 75 kilogram akan terbang melayang menuju tak terbatas dan melampauinya luar angkasa.
Dengan melihat seluruh perhitungan yang telah disajikan, Sangkuriang patut diacungi jempol karena tidak menyalurkan amarahnya kepada penduduk setempat. Selain itu, Sangkuriang juga sebenarnya bisa disejajarkan dengan Perseus atau Hercules dalam mitologi Yunani. Hanya saja, Sangkuriang tidak memanfaatkan bakatnya lebih lanjut dan karena itu ia berakhir dalam satu cerita rakyat saja. Itupun berbagi dengan Tangkuban Perahu.
Catatan kaki: