Lompat ke konten

Ada Setetes Air (2) – Fiksi Kilat

Ada setetes air lagi. Setetes air biasa tentunya. Tidak punya nama. Tidak bisa merasa apalagi berpikir. Setetes air ini tidak berbeda dari tetesan-tetesan air lainnya. Melalui dia, aku bercerita.

Dia tidak tahu sejak kapan dia ada. Pun dia tidak tahu apakah dia. Terkadang dia berbentuk cair, terkadang dia berbentuk es, terkadang dia berbentuk salju, adakalanya dia mengapung di udara. Setetes air yang satu ini untuk sementara sedang berupa uap air. Kurang lebih sembilan hari, dia melayang dan mengikuti ke mana angin berhembus. Di atas daratan Afrika, uap-uap ini berdesakan dan membentuk awan. Pada jumlah tertentu, tekanan tertentu, dan suhu tertentu, mereka turun beramai-ramai sebagai hujan. Setetes air protagonis kita juga ikut jatuh ke bumi.

Dia jatuh mengenai daun dari pepohonan dekat Terminal Feri Kamanga, di daerah Mwanza, Tanzania. Di situ, orang-orang berlarian mencari tempat berteduh melindungi diri dari mereka. Ada yang mencari gedung, ada yang membuka payung, dan ada juga yang tetap duduk di dalam mobil tidak jadi menikmati pemandangan.

Setetes air ini perlahan mengalir menuju danau Victoria. Tenang perlahan bergerak menuju ke hilir sembari sesekali terombang ambing naik turun mengikuti arus. Puluhan kali matahari terbit dan terbenam sebelum setetes air ini akhirnya mencapai Jinja, Uganda. Di Jinja, ada sebuah bendungan sebagai pembangkit listrik tenaga air. Setetes air mengantri sebelum melanjutkan perjalanannya ke hilir.

Meluncur menuruni perpipaan, setetes air dan teman-temannya beramai-ramai memutar turbin menghasilkan listrik untuk menghidupkan lampu dan televisi di daerah tersebut. Setelahnya, mereka mengalir dengan lebih bebas dan lebih deras mengikuti bentuk badan sungai.

Perjalanan mereka sesekali melambat ketika menemui danau Kyoga di Uganda, bergerak merayap di rawa-rawa Sudd di Sudan Selatan, atau saat melewati bendungan bersejarah Jebel Aulia di Sudan sebelum bertemu anak sungai lainnya di Khartoum. Setetes air ini seakan bertambah kecil ketika mengalir menuju Mesir bertemu anak sungai-anak sungai lainnya, terutama ketika bertemu anak sungai Nil Biru (Blue Nile) yang mengalir dari Ethiopia.

Sesekali setetes air ini diangkat dari sungai digunakan untuk membasahi perkebunan dan persawahan sebelum kembali lagi ke sungai. Di satu kesempatan, dia diangkat untuk membersihkan kotoran yang menempel pada piring. Kebanyakan dia terus mengalir bersama teman-temannya.

Di petualangan kali ini, setetes air ini kebanyakan menghabiskan waktunya di sungai Nil. Mengalir berami-rami dengan tetesan air lainnya melewati terjunan, bendungan (terutama di Mesir), dan juga rawa-rawa (banyak di Sudan dan Sudan Selatan) menghidupi manusia, tumbuhan, dan hewan.

Setetes air kita berakhir di laut Mediterania dan tinggal selama beberapa minggu sebelum menguap dan bersiap-siap melakukan petualangan berikutnya.

Baca petualangan lainnya.